Archive for December, 2015

Natal Yang Sibuk

December 25, 2015

Dinihari pagi ini, di dapur rumah yang berfungsi jadi dapur umum tempat masak untuk jamuan makan perayaan Natal nanti di gereja. Mbokde Wagiyem dan Mbak Yem sibuk berkutat dengan api di tungku kayu dan memanaskan air, menanak nasi dan nggoreng ayam. Sementara dari kejauhan mengiring lantunan dzikir menjelang subuh, mereka berdua sibuk untuk membagikan tenaga mereka untuk suksesnya acara nanti. Mungkin tidak banyak yang menghargai, menghitung kerja keras jerih payahnya, ya meskipun mereka akan dibayar tenaganya untuk pekerjaan memasaknya namun bagi saya yang menyaksikan mereka subuh ini membawa saya dalam proses perenungan tersendiri.

Ah…mungkin ribuan tahun yang lalu para penduduk Bethlehem sengaja tidur cepat karena besok ada sebuah acara besar yang pertama kali di adakan, sensus penghitungan dan pencatatan penduduk. Jadi mereka beristirahat lebih cepat. Para pemilik penginapan, warung dan toko-toko juga sudah pada tutup menjelang malam, selain tamu sudah penuh tampaknya rasa capek mengalahkan rasa untuk pasangan Yusuf dan Maria yang hendak menginap. Bersyukurlah seseorang yang masih punya hati meminjamkan sebuah kandang, iya  bekas kandang, sementara Yusuf sibuk membersihkan kandang untuk bisa di pakai merebahkan badan, di satu sisi Maria sedang mengerang, menahan sakit untuk melahirkan. Ternyata memang tidak ada penyalaan lilin dan hiasan pohon Natal juga kerlap-kerlip lampunya. Mungkin hanya sekedar lampu penerang kecil untuk tetap terlihat dan tak tersandung di kandang itu. Tidak ada suara gelegar sound system dan iringan musik juga lagu…ah biarlah. Apa mungkin malaikat lupa mengirim tim untuk dokter kandungan, dokter anak, pemain musik plus sound system dan lighting? Ahaa…bisa jadi ini yang saya sebut konspirasi surgawi. Oh ya? Saya tidak menuduhnya demikian, prasangka saya jelas tidak beralasan kalau pihak surgawi sengaja membiarkan kesusahan ini terjadi. Tidak….ini pasti memang di wujudkan menjadi proses yang alami dan manusiawi.

Sementara momen Natal sebenarnya bagi Maria adalah momen antara hidup dan mati menghadapi proses persalinannya sendirian. Sementara Yusuf … Saya susah menggambarkannya! Saya tahu rasanya bagaimana menunggui istri saya melahirkan. Tegang! Tidak disebutkan berapa lama prosesnya bayi Yesus keluarga dari rahim Maria, berapa lama perjuangannya disuasana remang dam dingin malam itu. Tidak ada dukun bayi, bidan atau pemilik kandangnya sendiri yang bersaksi. Tidak mengusik hati kita bahkan, ya memang kadang momen sebenarnya itu terlupakan. Kandang, palungan dan kain lampin sekarang bisa terpasang jadi sebuah hiasan dan simbol sukacita namun banyak hati yang tidak jatuh dalam meruntut proses surgawi yang terjadi. Lampu dan dekorasi terpasang menarik mata namun pergulatan surga memproses Tuhan menjelma manusia … kita malah kehilangan rasa.

Sudah….sudah…cukup Amos, cukup kamu menilai dan mengeluh dalam rangkaian tulisanmu. Seharusnya kamu bekerja sekarang, kerjakan bagianmu…kerjakan bagianmu untuk “melahirkan Yesus” dalam setiap kehidupan yang kamu jalani. —- (percakapan di otak dan hati saya membuat penekanan! )

Mbokde Wagiyem dan Mbak Yem memang nggak ngerti kenapa Yesus jadi manusia, lahir dan diperingati dengan namanya Natalan. Di buatkan acara dan masak memasak untuk santap hidangan bersama. Lha kenapa harus Natalan? Kenapa harus sibuk untuk Natalan? Sibuk mikirin perayaan, baju baru, penampilan, isi acara, makanan dan dekorasi tapi lupa. Itu hati jadi kandang. Iya jadi kandang tempat lahirnya Yesus, bukan di gedung gereja, bukan diperayaan, bukan di jamuan makan. Itu yang namanya hidup jadi palungan yang lampin pembungkus bayi Yesus. Sejelek, kotor dan bau apapun hidup ini, kita tetap di pakai untuk kemulianNya.

Mereka sibuk di dapur, jemaat sibuk sekali hari ini hendak menikmati perayaan besar, pesta kelahiran Sang Juru Selamat. Menata kursi sampai hati . Dan saya menyibukkan diri, ah…”sekedar sibuk” membersihkan  diri menjadi kandang yang layak untuk kelahiranNya.

#catatan Natalan di kampung halaman

image

Berkah Sopir Yang Setia

December 18, 2015

Senja sudah menggulung dalam mendung. Ah…sebentar lagi akan hujan menurut saya. Sejenak saya mengalihkan perhatian dari langit ke layar telepon genggam saya dan sembari menulis kemudian seorang yang saya kenal namun tak mengenal nama, hahahaha…memang sejak awal pertemuan kami tidak menyebut nama masing-masing. Bapak sopir dari Bogor ini juga menunggu para karyawan penumpangnya pulang.

“Weeeiii…Mas gimana kabar? Sudah lama nunggunya?” Pertanyannya membuka obrolan kami. “Baru saja pak, biasa lagi banyak kerjaan kali istri saya jam segini belum turun juga” jawab saya padanya. “Sama saya juga ini, nggak tahu kok beberapa hari ini jadi lama pulangnya. Apa mungkin karena adanya pengurangan karyawan kemarin kali jadi mereka pada lama keluarnya” sahutnya lagi. “Wah, ada apa pak kok malah terjadi pengurangan? Padahal kan baru setahun pindah ke gedung ini?” Tanya saya selanjutnya. “Nah…itu dia Mas, saya juga nggak ngerti. Tapi jelas kena dampaknya sama kami para sopir. Biasanya kita bertiga sekarang tinggal dua. Teman saya yang kurus tinggi kemarin itu sudah nggak narik lagi.” Kembali dia menjelaskan.

Kisahnya berlanjut saat menceritakan tentang kesetiaannya menjadi sopir seorang ekspat asal Jerman. Hingga sepuluh tahun lamanya dia bertahan sampai akhirnya si Bos pindah ke Bali karena membuka usaha baru disana. Meakipun demikian dia mendapatkan bagian kebaikan dari hasil kesetiaannya. Anaknya dibiayai kuliahnya dan kemudian diajak bekerja bersama bosnya dulu. Sungguh merupakan berkah yang kadang tidak terpikirkan.

Merangkak menuju malam, dingin angin sudah mulai menusuk kulit. Sementara perbincangan kami masih hangat lalu terputus karena para penumpangnya sudah pada datang dan bersiap pulang. Yup…saya kembali lagi menikmati pelajaran dari mereka yang sederhana namun selalu menunjukkan kebesaran hati dan kebaikan budi. Selalu ada upah, ada berkah dibalik setiap kesetiaan yang ditebarkan.

“Sifat yang diharapkan dari seseorang ialah kesetiaannya. Lebih baik miskin daripada menjadi pendusta.”

Semacam Kenikmatan Kekinian

December 18, 2015

Beberapa hari kemarin selalu saja setiap hari mendengar berita tentang pelanggaran etik oleh SN. Semua media meliput dan menyoroti dengan luar biasa, begitupun dengan banyaknya mereka yang mengomentari kasus ini. Saya pikir setiap orang di bangsa ini merasakan sebuah fenomena yang membingungkan…karena saya juga bingung. Maksude opo dengan sidang terbuka tapi kok nggak dibuka…kemudian akhirnya selesai dan ditutup begitu saja. Ealah…malah ngomongin politik ini. Hahahahaha…!

Begitupun dengan perbincangan saya saat pagi hari ngopi dipinggir jalan menuju tempat kerja. Saya, si tukang jualan dan seorang office boy membicarakan kasus yang lagi hangat-hangatnya, iya sehangat tempe ditepungin yang baru keluar dar wajan di warung nasi uduk sebelah. Wuiih….ngomongin gorengan hangat memang liar biasa, karena ternyata ada hubungannya dengan kasus itu.

Hubungannya dalam pembicaraan kami adalah seperti ini, apa yang dilakukan pak SN dipagi hari sebelum kerja? Apakah dia bisa menikmati seruputan kopi dan renyah plus gurih tempe goreng di depan kami?  Ahaaahaha…ini akhirnya bicara tentang “kuasa menikmati” kalau pakai bahasa yang lebih mantap.  Kekuasaan, jabatan, harta yang melimpah dan kemampuan negosiasi tingkat tinggi, kesempatan menggunakan berbagai macam fasilitas akhirnya menurut kami akan dengan mudah dikalahkan oleh orang-orang pinggiran seperti kami. Kenapa? Jabatan, kekayaan dan lain sebagainya yang tersebut diatas tidak bisa menjadikan mereka “yang diatas” bisa menikmati dengan NIKMAT yang sejujurnya.

Bisa jadi kami ini lagi mikirin beras habis, tagihan kredit dan hutang, bayaran spp anak atau masalah kerjaan yang lain. Tapi beban kami adalah beban yang nikmat, beban yang kami tanggung bukan dengan mengalahkan hati dan pikiran waras kami. Beban yang nikmat itu … ya seenak minum kopi 3 ribu rupiah dan makan gorengan 2 ribu dapat 3 biji.

Semacam kenikmaran kekinian gitu. Hahahahaha!

Jangan Mencintai Uang

December 12, 2015

Jangan cinta uang! Haah…maksudnya? iya jangan cinta uang, saat kita mempunyai banyak apa yang kita lakukan, saat kita sama sekali dan bahkan kehilangan bagaimana dengan sikap kita? Pelajaran penting, yups…pelajaran penting yang saya dapatkan sore menjelang malam di akhir pekan kemarin dengan disertai rintik hujan. Pertemuan dengan seseorang yang menurut saya tidak hanya menolong, tapi lebih dari itu membagikan pelajaran yang berharga sekali.

Rudyard Kipling memberikan pernyataan seperti ini, “Jangan terlalu memperhatikan ketenaran, kekuasaan, atau uang. Suatu hari kelak anda akan berjumpa dengan seseorang yang tidak peduli kepada semuanya itu, baru anda tahu, betapa miskinnya anda”. Hahahahaha…bukannya orang ini tidak peduli, yang saya lihat dan rasakan adalah orang ini benar-benar berani. Yes…berani menempa dan memberi diri bahkan meminta pada Tuhan untuk membentuknya dengan tekanan yang paling berat yang dia mampu tahan. Gilaaaa! 

Untuk kehilangan ribuan dan puluhan ribu saja rasanya berat, naik ke belasan juta. Lha kalau kehilangan dalam jumlah ratusan juta, masih tetap tenang, tersenyum… tertawa bahkan membagikan tentang jangan cinta uang, ini yang saya namakan kualitas. Kualitas iman yang matang tertantang bukan sekedar bisa menang tapi sungguh melewati tekanan yang bagi saya benar-benar mengerikan!
Dan masih saja tetap berpegang pada kebenaran dengan mencontohkan seorang tokoh besar seperti Ayub, bahwa semakin keras dan hebat tantangan termasuk kehilangan yang paling besar…maka di ujungnya ada janji Tuhan akan memberikan yang lebih besar. Tidak selalu dan pasti berwujud materi, itu sebagian saja. Seperti yang dia akan temui malam ini, seseorang dengan uang puluhan trilyun yang bersiap membagikan uangnya dalam bentuk proyek massal yang besar. 

Jangan cinta uang, jangan takut kalau memang harus berhutang, tetap komitmen…bertahan dan terus menempa diri dalam iman. Karena semakin besar tantangan…kita akan level up, naik lebih besar dan kuat dari sebelumnya. Dan dia mengutip ayat kebenaran yang selalu menjadi dasar kekuatannya seperti ini, “Dan lebih dari itu, kita pun gembira di dalam penderitaan, sebab kita tahu bahwa penderitaan membuat orang menjadi tekun,”
“dan ketekunan akan membuat orang tahan uji; inilah yang menimbulkan pengharapan.”
“Harapan yang seperti ini tidak akan mengecewakan kita, sebab hati kita sudah diisi oleh Allah dengan kasih-Nya. Allah melakukan itu dengan perantaraan Roh-Nya, yang sudah diberikan kepada kita.” (Roma 5:3-5 BIS).
Terimakasih mas…pelajaran dan pertolongannya.

image

Secangkir Teh Sore Ini

December 12, 2015

Hujan sedari siang mengguyur hingga sore menjelang, lapar kembali menyerang setelah saya menikmati tidur siang. Indahnya hari ini saya bisa menikmati tidur siang, meskipun sebenarnya ada banyak hal yang harus dikerjakan namun tampaknya tarikan bantal dan kasur lebih kuat dan memikat dibandingkan buka laptop dan selesaikan report, hahahahaha! Apalagi nggak jadi ke tempat acara kantornya si mami dan ke stasiun Kota untuk cetak tiket buat mudik minggu depan. Ya sudah, mendingan menikmati saja hari ini dan sore yang mendung, dingin plus bikin ngantuk lagi dan lagi.

Setelah beli kerupuk dan tempe kami muter-muter kompleks hanya sekedar menikmati sore sehabis hujan dan melihat sungai yang mengitari kompleks yang lagi penuh airnya. Sesampai rumah masih ingat kalau saya punya the tubruk merek Djenggot yang ada di wadah di lemari dapur. Sepertinya memang pas dengan suasana sejuk sore ini.

Sembari menyeruput teh saya membuka pesan di henpon dan sewaktu melihat-lihat pesan ternyata masih ada tersimpan sebuah sms, iya dulu ngetrend banget itu sms, sebelum ada media aplikasi pesan semacam bbm, whatsup dan lain-lain. Pesan yang tercatat itu tertanggal 24/9/2009 jam 22:16, dengan isi seperti ini :
HIDUP KT spt DAUN TEH yg KERING; HADIRAT TUHAN spt SECANGKIR AIR HANGAT, saat DAUN TEH MASUK ke dlmnya,jdlah SCANGKIR teh yg HARUM (Yoh 15:4-7). Jadilah berkat!

Tidak banyak yang bisa tertuliskan dan ada dalam benaman rasa. Seperti hangat, harum dan manisnya teh yang saya nikmati sore ini. Begitulah kekuatan dan kebaikan Tuhan yang selalu hadir dalam hidup. DIA selalu punya cara untuk mengajar dan memberkati. Terimakasih ya Evi Sitanggang untuk pesan sms-nya waktu itu. 

“Tetaplah bersatu dengan Aku dan Aku pun akan tetap bersatu dengan kalian. Cabang sendiri tak dapat berbuah, kecuali kalau ia tetap pada pohonnya. Demikian juga kalian hanya dapat berbuah, kalau tetap bersatu dengan Aku.”
“Akulah pohon anggur, dan kalian cabang-cabangnya. Orang yang tetap bersatu dengan Aku dan Aku dengan dia, akan berbuah banyak; sebab tanpa Aku, kalian tak dapat berbuat apa-apa.”
“Orang yang tidak tetap bersatu dengan Aku, akan dibuang seperti cabang, lalu menjadi kering. Cabang-cabang yang seperti itu akan dikumpulkan dan dibuang ke dalam api, lalu dibakar.”
“Apabila kalian tetap bersatu dengan Aku dan ajaran-Ku tinggal dalam hatimu, mintalah kepada Bapa apa saja yang kalian mau; permintaanmu itu akan dipenuhi.” (Yohanes 15:4-7 BIS).

image

Air Pagi Ini

December 10, 2015

“Orang yang banyak memberi akan berkelimpahan, orang yang suka menolong akan ditolong juga.”

Pagi-pagi setelah mandi mendengar Oma sedang berbicara dengan seseorang diluar. Saya pikir mungkin pakdhe tukang sayur nganterin pesenan Oma. Ternyata adalah asisten rumah tangga rumah sebelah hendak meminta air, iya betul meminta air. Bukan air minum tapi air tanah, air buat mandi.

Lha iya, kejadian yang beberapa waktu lalu terjadi pada kami hari ini terjadi pada tetangga sebelah. Waktu itu air disumur memang sudah nggak terisi dengan penuh, jadi setiap kali ngisi tangki air harus nunggu dan berkali-kali ngisinya sampai penuh. Nah, tetangga saya kayaknya sih mesin airnya yang rusak, katanya bapaknya si ibu kemarin bersihin tangki, mesin pompa airnya dimatikan. Setelah selesai waktu dinyalakan sudah nggak bisa lagi, walhasil…dari semalem mereka nggak mandi, mungkin hanya tersisa air untuk buang air saja.

Jadi dulu kami meminta air ketetangga sebelah hari ini mereka yang gantian meminta untuk berbagi air. Mungkin selain sebagai sesama tetangga yang harus saling membantu, saya mempercayai yang namanya hukum memberi dan menerima, dan pada saatnya kita akan mengalami kisah seperti ini. Ada waktunya meminta air, ada waktunya memberi air, Terpujilah Sang Pencipta Air!

image

Sepatu Baru Dan Doa Akhir Tahun

December 8, 2015

Jarang-jarang selain beli buku saya membeli sesuatu untuk diri saya dan saya anggap sebagai kado, hehehehe…maklum memang begitulah adanya. Bukan berarti nggak suka memberi atau menerima kado, kalau masalah kado ya tiap natal sejak saya menikah selalu ada tukar kado. Bukan selalu barang yang mewah dan mahal, tapi kami selalu bertukar kado sesuai dengan apa yang kami pandang dibutuhkan. Mulai dari celana dalam sampai jas hujan. Maaf ya, itu yang dibutuhkan bukan yang dibuat untuk bergaya.

Tahun ini, saya membuat sesuatu yang beda untuk diri saya. Tadinya memang tidak terpikir tapi setelah mendapatkan saran teman kerja yang rekomen karena masih kenal dengan penjualnya, ada akun jualan sepatu dan lain-lain di instagram yang setelah saya lihat-lihat ada sepatu fantofel seharga 150 ribu rupiah yang menurut saya sesuai dengan selera dan mencukupi bajet saya. Akhirnya mencoba kontak dengan penjualnya dan berhasil, stok masih ada. Dan dengan biaya kirim tambahan sebesar 15ribu rupiah, totalnya jadi 165 ribu rupiah saya bersiap-siap mendapatkan sepatu baru.

Ini adalah pengalaman belanja online dengan rasa yang berbeda. Rasa yang ngeri-ngeri sedap…ahahahahaha, ngeri jangan-jangan barangnya cuma bagus dipostingan trus ntar ternyata aslinya nggak seperti di fotonya. Daaan…hari ini barangnya datang. Saya dihubungi kurir pengiriman barang karena nggak ada dirumah, jadi dititipkan ke security kompleks rumah. Setelah sampai rumah dari kerjaan, akhirnya saya membuka paketnya dan mulai mencobanya, fix…enak dikaki, lumayanlah nggak rugi dengan harga segitu…barangnya juga oke.

Akhirnya, setelah saya bergelut dengan satu sepatu fantofel selama hampir 4tahunan dengan sepatu yang sama, hari ini saya punya sepatu baru yang saya anggap sebagai kado Natal diri saya sendiri. Aaah…senangnya, kiranya dengan sepatu baru diakhir tahun ini, membawa berkah di tahun yang baru nanti, tambahan penghasilan yang baru, gaji yang baru (naik maksudnnya!), bisnis baru, sepeda baru, cicilan rumah yang baru (turun cicilannya gitu maunya), dan maunya pengen banyak yang baru-baru! Hahahaha…amin aja yaah! Thanks God

image

Berbagi Pohon

December 7, 2015

Pagi-pagi hari minggu berbagi tanaman dengan tetangga rumah sebelah kiri. Tadinya habis mengantar Oma ke depan kompleks trus pulang, bapak dan ibu samping rumah itu ternyata kepengen punya pohon sherry kersen seperti kami punya yang sudah lumayan besar. Nah, kebetulan ada anakan kecil yang tumbuh di dekat kersen yang besar. Jadi setelah meminta pada saya, lalu saya ambil golok di belakang untuk mencabut dan memindahkan pohonnya. 

Setelah saya cabut kemudian saya bantu si bapak untuk menanam di depan rumahnya, tepatnya dipinggir jalannya. Kemudian saya kembali dan melihat pohon pepaya Jepang yang di pot kayaknya harus di pindahkan, karena sudah cukup tinggi dan mulai tidak muat untuk tumbuh di pot. Empat batang pohon pepaya Jepang saya bagikan dan saya tambah lagi pohon pepaya buah dua batang saya bagikan hari itu. Senangnya, meskipun cuma sekedar berbagi pohon bisa menghasilkan kesenangan tersendiri bagi saya. Mungkin hanya sekedar pohon-pohon yang bagi sebagian orang tidak berarti, tapi bagi saya menanam pohon, menikmati hijau daunnya, bahkan sekarang saya bisa memanen daun-daunnya untuk dijadikan sayur dan lalapan adalah sebuah meditasi sederhana, pertemuan saya dengan Tuhan lewat ciptaannya. Menanam, mengurus tanaman, memanen dan melihat pertumbuhannya bahkan membagikan pohon-pohon itu adalah pelajaran yang luar biasa untuk diterapkan dalam menghadapi perjalanan kehidupan.

“Siapa memelihara pohon, akan makan buahnya.” (Amsal 27:18a BIS).

Menanti Itu Menunggu

December 3, 2015

Lha ya iyalah namanya menanti itu menunggu memang apalagi? Waiting gitu? Eits….jangan marah. Semua orang mengalami saat waktu dan masa menunggu. Entah yang jomblo masih nunggu pasangan, suami menanti istri pulang (turun dari kantornya di lantai 9) eh…itu sih saya, atau memang menunggu masa-masa thr dan libur bersatu dalam kemasan mudik…ealah malah curcol lagi ini. Hahahahaha…pada dasarnya setiap oranglah dari bayi sampai mau menjelang ajal menjemput ada waktu yang dinamakan menanti alias menunggu.

Seperti yang ada di depan saya sore ini, seorang driver ojek online sedang menunggu seseorang yang memesan jasanya untuk mengantarkan entah kemana…lha saya nggak nanya jadi nggak tau kemana. Hehehehehe! Menunggu entah sebentar atau lama selalu akan ada jeda waktu dimana kita berada di posisi yang kata orang nggak enak. Apalagi kalau ngaret nggak jelas kapan kepastiannya. Untunglah si pemesan order pelayanan ojek onlinenya datang jadi bisa closing dan tidak perlu cancel, jadi tidak hanya janji tinggal janji.

Bicara mengenai menanti dan menunggu tidak semua orang memiliki kesabaran yang maksimal. Saya juga masih belajar untuk menerapkan kesabaran dalam menunggu, menunggu apa saja. Karena saya percaya ada berkat dan hikmat tersembunyi dalam kita menanti. “Tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru” kata nabi Yesaya, membayangkan Tuhan akan menjemput kita atau akan bertemu dengan kita membuat kita bisa mendapatkan kekuatan baru, otot-otot kesabaran kita diolah sedemikian rupa supaya semakin kuat sehingga kita tidak hanya sekedar menunggu tanpa kepastian tapi menunggu dengan penuh pengharapan. Pemazmur menyatakan dengan indah dalam masa penantian seperti ini “Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!” Mazmur 27:14. Kuat dan teguh harus menjadi otot spiritual yang membuat kita semakin bersemangat dalam menanti dan menunggu apa saja yang Tuhan janjikan dalam hidup ini.

Sembari menunggu dan menanti mari menikmati olahraga otot-otot rohani kita. Nggak bakalan Tuhan lalai lupa dan menggagalkan order online sorgawi kita. Ciyeeeeeh….urusan lihat ojek online aja bisa jadi di rohanikan begini, ya memang hebat benar Tuhan dalam mengajar dan memberi pengetahuan sekaligus kebijaksanaan untuk menikmati hidup ini.

image

Memori Jambu Mete

December 1, 2015

Kadang tanpa alas kaki, karena memang waktu itu hanya punya satu sandal saja saya dan beberapa teman berjalan ke arah dukuh Purworejo 2, dekat dengan Kali Bonggo, masih satu desa tapi beda kampung, kami menuju rumah teman SD saya Parno, dibelakang rumahnya banyak tumbuh pohon jambu monyet…eh mete bila musim berbuah dia memberi kabar untuk kita bisa main kerumahnya. Buahnya yang mulai ranum memerah kami petik bersama, meskipun rasanya manis-manis sepet kadang sampai ditenggorokan agak gatal, mungkin karena getahnya ikut nempel dan kemakan. Buah mete yang kami ambil kemudian dikumpulkan lalu kita membuat api dari daun dan ranting kering disekitar kebun, mete yang kita dapatkan kemudian dibakar. Tidak usah lama-lama karena bisa gosong, kemudian kita buka kulit luarnya, dan hasilnya adalah kacang mete bakar ala anak-anak jaman itu. Mantaaaap!

Kacang mete mengandung tryptophan, asam amino yang dapat memicu produksi hormon bahagia, yaitu serotonin, itu yang ditulis oleh akun twitter @infolengkap.
Mungkin itu juga yang memicu hormon kebahagiaan masa kanak-kanak saya dan teman-teman. Hahahahaha….padahal mana kita tahu waktu itu kalau ada semacam hormon penyebab kebahagiaan, ya namanya anak-anak bisa main ke rumah temannya, naik pohon jambu mete, mandi di kali, pulangnya sore dimarahin ibu itu adalah momen-momen indah yang tak tergantikan.

Kalau sekarang? Susah kali ya, apalagi sekarang tinggal di Jakarta, eh…Jakarta agak sonoan dikit sih tepatnya. Anak saya mungkin lebih feminin dan pastinya dilarang sama Oma kalau sampai naik-naik pohon cherry kersen depan rumah, apalagi mandi di kali …wuaaah bisa ramai! Hahahahaha! Mau main ke rumah temannya? Lha sekolahnya aja jauh dari rumah, mau main ke rumah temannya, nggak pulang-pulang malahan ntar. Eniwei, saya senang dia masih sempat menikmati jalan-jalan ke sawah, bermain di kali dan jajan di warung pinggir jalan. Sebagai seorang bapak, harapan saya dia menikmati masa kanak-kanaknya dengan puas, menikmati petualangan sederhana dan bermakna, menikmati alam sekitarnya bukan cuma mall, bioskop dan junk food yang tersaji berjajar memanjakan lidah dan mata.

Suatu saat pasti akan saya ajak Abby naik pohon dan mandi di kali biar merasakan sensasi tersendiri dalam menikmati kehidupan ini. Semoga terlaksana…

“Sesuatu yang baik selalu sederhana dan tanpa pamrih. Cinta kasih dan tanpa pamrih adalah pandangan hidup yang seharusnya menuntun kehidupan kita. Dengan atau tanpa inisiasi, dengan atau tanpa kesadaran Tuhan” (Guru Ching Hai)

image